Selama ini sumber energi utama dunia mengandalkan pada minyak bumi, gas alam dan batu bara yang semuanya merupakan energi yang sifatnya tidak dapat diperbaharui (non renewable). Meskipun sumber bahan bakar tersebut banyak tersedia, konsumsinya meningkat dengan cepat, sehingga pada tahun 1973 dunia dilanda krisis energi dan terulang lagi pada tahun 2005 sehingga meningkatkan harga bahan bakar minyak (BBM) dari sekitar US$ 24 menjadi US$ 70 per barel-nya atau meningkat hampir 300 %. Indonesia yang semula dikenal sebagai negara penghasil dan pengexport BBM telah berubah statusnya menjadi “net importer”. Konsumsi BBM Indonesia adalah 1,1 juta barel/hari atau harus dikeluarkan cadangan devisa US 1,008 juta (Rp. 10 triliun), selain itu konsumsi minyak tanah lebih dari 10 juta kiloliter per tahun, sepertiga operasi pembangkit listrik PLN memakai 12 juta kiloliter solar dan minyak bakar. Sementara angkutan darat dan laut mengkonsumsi 26 juta kiloliter solar dan 20 juta kiloleter bensin. Untuk itu, besarnya subsidi yang dikeluarkan mencapai Rp. 356 milyar setiap hari. Jumlah subsidi ini akan terus meningkat sehubungan dengan semakin meningkatnya harga minyak dunia. Perubahan posisi Indonesia dari negara pengekspor menjadi negara pengimpor BBM dapat dilihat dari data Automotive Diesel Oil, konsumsi bahan bakar minyak di Indonesia sejak tahun 1995, telah melebihi produksi dalam negeri. Pada sisi lain, cadangan minyak Indonesia akan habis dalam kurun waktu 10-15 tahun ke depan.Dalam kondisi produksi BBM dalam negeri semakin mengecil dan semakin sulitnya keuangan negara serta nilai subsidi semakin membengkak, maka pengembangan energi alternatif, seperti energi biomassa, angin, tenaga surya, dan panas bumi, belum berkembang. Pada sisi lain, lebih dari 49 jenis tanaman pangan (kelapa, kelapa sawit, kacang-kacangan, kakao, wijen, jagung, alpukat, kemiri, dll) dan non pangan (jarak, karet, kosambi, nimba, nyamplung, randu, dll) penghasil minyak atau lemak nabati dapat diolah menjadi bahan bakar sebagai pengganti minyak bumi, iantaranya sebagai biodiesel, bioetanol, biooil, biogas dan lain sebagainya. Saat ini, komoditi pertanian pangan yang sudah siap pakai untuk dapat dijadikan sebagai alternatif BBM secara komersial adalah kelapa sawit. Indonesia merupakan produsen nomor dua di dunia setelah Malaysia. Pada tahun 2004 mencapai luas 5,29 juta hektar dengan produksi mencapai 10,31 juta ton CPO dan PKO. Produk pertanian pangan lain yang berpotensi dan iap dikomersilkan sbagai bahan bakar minyak yakni minyak Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.). Tanaman ini merupakan salah satu dari 49 jenis tanaman yang mempunyai potensi menghasilkan minyak jarak sebagai bahan baku energi baru dan terbarukan termasuk biodeisel. Berbeda dengan minyak sawit, minyak jarak tidak dikategorikan sebagai minyak makan, sehingga pemanfaatannya tidak mengganggu penyediaan kebutuhan minyak makan. Selain daripada itu, pengembangannya dapat diselenggarakan di daerah kering dan lahan marginal sehingga tidak terlalu banyak bersaing dengan kebutuhan lahan untuk pertanian tanaman pangan. Lahan seperti itu di wilayah Indonesia Timur terdapat sekitar 20 juta hektar. Pemanfaatan jarak pagar sebagai bioenergi, di samping sebagai substiusi terhadap BBM, juga diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan peani di daerah pengembangannya. Oleh karena itu, perlu dirumuskan konsep pengembangannya dan penguatan kelembagaannya, baik yang berkaitan dengan petani maupun kelembagaan ekonomi dan penunjang yang tepat, sehingga petani memperoleh nilai tambah dari pengembangan jarak pagar ini.Pesantren sebagai lembaga pendidikan mandiri yang berusia ratusan tahun dan telah terbukti sebagai lembaga pembangunan manusia (human development) yang keberadaannya tersebar luas di tengah masyarakat di seluruh Indonesia sangatlah tepat untuk dilibatkan dalam upaya pengembangan energi alternative yang berbasis pada tanaman pertanian lewat penanaman dan pengolahan tanaman jarak pagar, sehingga menjadi bio-fuel pengganti minyak tanah atau pengganti solar dan sekaligus sebagai upaya pemberdayaan masyarakat pesantren agar kemampuan ekonominya meningkat.
2.Potensi Jarak Pagar sebagai substitusi BBM
Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L) sudah dikenal di Indonesia sejak pendudukan Jepang, yaitu sebagai tanaman tanggul angi (wind barrier) di pantai utara dan selatan P. Jawa, sekaligus sebagai cadangan bahan bakar untuk tank-tank Jepang. Pada waktu itu dimana ketika deterjen dan sabun cuci masih menjadi barang langka, oleh masyarakat desa buahnya bisa dijadikan sebagai bahan untuk mencuci pakaian, karena buahnya mampu mengeluarkan busa seperti sabun. Tanaman jarak ada dua jenis yaitu Jarak Kepyar (Ricinus communis) dan Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Jarak Kepyar juga menghasilkan minyak dan digunakan untuk minyak castrol, farmasi dan kosmetika, sehingga sudah lama dibudidayakan secara komersial. Jarak pagar dibanyak negara yang miskin sumber daya BBM, telah dikembangkan sebagai tanaman yang menghasilkan minyak pengganti solar dan minyak tanah, sedangkan di Inonesia belum berkembang secara komersial karena tidak bisa bersaing dengan BBM solar dan minyak tanah yang pada waktu yang lalu relative murah karena disubsidi pemerintah. Jarak pagar mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman penghasil minyak pengganti BBM, karena mempunyai beberapa keunggulan, yaitu antara lain :
- Relatif mudah dibudidayakan oleh petani kecil, dapat ditanam sebagai batas kebun, dapat ditanam secara monokultur atau campuran (intercropping), cocok di daerah beriklim kering, dapat ditanam sebagai tanaman konservasi lahan, dan juga dapat ditanam dipekarangan atau sekitar rumah, sehingga basis umber bahan bakunya dapat sangat luas.
- Pemanfaatan biji atau minyak jarak pagar tidak berkompetisi dengan penggunaan lain karena termasuk kelompok non pangan sehingga harganya relatif stabil
- Proses pengolahan minyak jarak kasar (crude jatropha oil/CJO) atau untuk kebutuhan rumah tangga pengganti minyak tanah sangat sederhana sehingga mudah dilakukan masyarakat tani pada umumnya. Pengolahan bahan bakar motor pengganti solar (biodiesel) juga tidak memerlukan teknologi inggi (dibandingkan minyak bumi) sehingga investasinya relatif murah.
Hal lain dari tumbuhan ini, adalah kemampuannya untuk cepat tumbuh dan bisa diperbanyak dengan cara stek atau biji, mulai berbuah delapan bulan setelah tanam, dan produksi maksimal tercapai mulai tahun keempat (tahun ke lima setelah tanam). Sehingga juga cocok dijadikan sebagai tanaman untuk melakukan program reklamasi lahan tererosi. Di samping kemampuan memproduksi buah, jarak pagar sangat bermanfaat dalam penyeapan polusi udara (carbon credits) karena kemampuannya unuk menyerap C dari atmosfir. Produktivitas jarak pagar termasuk tinggi, untuk satu hektar mampu dihasilkan 3-5 ton biji kering. Sedangkan produktivitas rata-rata (everage productivity) per tanaman adalah sekitar 0.3-9 kg/tahun dan ada di beberapa lokasi produktivitasnya dapat mencapai 12 ton biji/ha/tahun. Pada tahap pengolahan awal, biji jarak yang telah dikeringkan akan mampu dihasilkan 25-35% minyak kasar yang dapat digunakan langsung sebagai minyak lampu dan kompor sebagai pengganti minyak tanah (kerosin). Pada tahap pengolahan selanjutnya minyak jarak kasar diolah menjadi biodiesel melalui proses alkoholisasi/metanolisis atau dikenal sebagai proses transesterifikasi trigleserida dengan methanol/etanol, sehingga diperoleh metal ester (biodiesel) dan gliserin.Biodiesel memiliki keunggulan dibanding minyak bumi, antara lain kadar belerang diodiesel sangat rendah
3. Proses Ekstraksi Minyak Jarak dan Proses Produksi Biodiesel
Ekstraksi Minyak Biji Jarak
Panen buah jarak dilakukan setelah biji masak, yaitu sekitar 3 bulan setelah terjadi pembungaan. Biji masak dicirikan dengan kulit buah berubah dari hijau muda menjadi kuning kecoklatan atau hitam dan mengering. Buah selanjutnya dijemur ditempat teduh hingga semua buah terbuka dan biji dikeluarkan untuk dijemur sekitar 1 hari ata kandungan airnya mencapai 5 – 7 %. Biji jarak mengandung minyak sekitar 35 – 45 %, sehingga dapat diekstrak menjadi minyak jarak dengan cara mekanis. Minyak jarak pagar memiliki komposisi trigleserida yang mirip minyak kacang tanah. Komponen terbesar minyak jarak adalah trigleserida yang mengandung asam lemak oleat (43 &) dan linoleat (34,3 %) disamping asam palmitat dan stearat.Pengepresan mekanis merupakan cara pemisahan minyak paling sesuai untuk bahan baku yang kandungan minyaknya diatas 30%, termasuk biji jarak. Dikenal dua cara pengepresan mekani, yaitu pengepresan hidrolik (hydraulic pressing) dengan ekanan sekitar 140 kg/cm2 dan pengempaan berlir (expeller/screw pressing). Pada teknik pengepresan hidrolik, biji jarak diberi perlakuan pendahuluan berupa, pengukusan, pengupasan dan penggilingan sebelum dilakukan pengepresan.Sedang teknik pengepresan ulir biji jarak tidak perlu perlakuan pendahuluan sebelum di press secara kontinyu. Rendeman minyak jarak yang dihasilkan umumnya lebih tinggi dari pengepresan hidrolik, yaitu bisa mencapai sekitar 25 – 35 %.Minyak jarak kasar (crude jatropha oil/CJO) hasil pengepresan masih mengandung sejumlah kotoran yang perlu dimunikan apabila akan dipakai sebagai bahan baku biodiesel. Senyawa penotor yang biasa terkandung dalam minyak jarak kasar diantaranya gum atau lender, asam lemak bebas dan senyawa pengotor lainnya. Apabila asam lemak bebas masih terkandung dalam biodiesel maka dapat menimbulkan kerak dipermukaan injector mesin diesel. Proses pemurnian minyak jarak dilakukan melalui proses degumming yang biasanya dilakukan dengan penambahan asam fosfat disertai pemanasan dan pemusingan. Pemisahan asam lemak bebas dilakukan dengan proses penyabunan dengan penambahan basa. Selain itu dapat pula dilakukan proses penjernihan/pemucatan (bleaching) dengan penambahan adsorben seperti tanah serap/fuller earth, lempung aktif atau arang aktif yang mampu menyerap zat-zat warna pengotor.
Proses Produksi Biodiesel
Biodiesel (metal ester) dari minyak jarak pagar dapat dihasilkan melalui proses transesterifikasi trigleserida dai minyak jarak. Proses transesterifikasi dilakukan dalam reactor esterifikasi dan umumnya digunakan methanol untuk penggantian gugus alcohol dai ester dan NaOH, KOH atau sodium metilat sebagai katalisator.Reaksi transesterifikasi trigleserida dengan methanol untuk menghasilkan metal ester (biodiesel).
Faktor utama yang mempengaruhi rendeman ester yang dihasilkan pada reaksi transesterifikasi adalah perbandingan jumlah trigleserida dan methanol, jenis katalis, suhu reaksi, waktu reaksi, kadar air minyak jarak, kandungan minyak lemak bebas. Selanjutnya diagram alir proses produksi biodiesel mulia dari biji jarak.